Halo Teman-Teman, rasanya sudah lama sekali saya tidak menulis di blog. Di tulisan saya kali ini, saya akan menceritakan pengalaman rock climbing di Gunung Parang, Purwakarta kemarin.
Gunung Parang sendiri terletak di Kabupaten Purwakarta tepatnya Desa Sukamulya dengan ketinggian 930 mdpl, uniknya Gunung Parang ini juga masih satu wilayah dengan Gunung Lembu dan Gunung Bongkok.
Sebenarnya dari tempat saya tinggal menuju lokasi Gunung Parang ini tidak begitu jauh karena saya memang orang Karawang, namun kebetulan perjalanan saya kali ini dimulai dari Tasikmalaya, jadi dari perjalanannya saja sudah membuat Neng lelah. Untungnya seorang sahabat dengan baik hati memberikan tumpangan untuk menginap semalaman ditambah gratis makan malam dengan menu sate maranggi khas Purwakarta dan sarapan gratis.
Untuk akses menuju lokasi Gunung Parang via ferrata, pertama arahkan kendaraanmu menuju Kota Purwakarta, lalu ke Pasar Plered. Bagi Kamu yang tidak membawa kendaraan pribadi tak usah panik kayak di klinik, kendaraan umum bisa mengantarmu sampai pintu pos Badega Gunung Parang. Nah dari Pasar Plered Kamu bisa naik angkutan umum dengan tarif sekitar 17.000 atau ojek dengan tarif 60-70 ribu/orang (kemarin saya naik ojek dengan tarif 32.000/orang itu pun hasil perang tawar dengan si bapak ojeknya hehehe).
Kemarin saya datang ke lokasi Gunung Parang tanpa booking, alhasil pemandunya kaget karena dibilang mendadak, untungnya saya rock climbing pada waktu weekday jadi pendakian sedang sepi-sepinya.
Untuk biaya tiket pendakian, mulai dari 65.000 untuk pendakian 100 meter. Pendakian Gunung Parang via ferrata ini tersedia dalam beberapa ketinggian, semakin tinggi jarak yang kita ambil maka tarif tiket akan semakin mahal. Saya sendiri kemarin ambil ketinggian 300 meter, selain alasan masih newbie dalam dunia rock climbing, budget yang harus saya keluarkan pun masih terbilang murah, yaitu 150.000/orang. Itu sudah termasuk pemandu dan alat-alat keamanan untuk menunjang pendakian kita agar tetap aman.
Sebelum memulai rock climbing, Kamu perlu trekking dulu memasuki kawasan hutan sekitar 15 menit. Menurut saya trekking inilah yang membuat saya sedikit menurunkan nyali, kenapa? “Trekking aja udah capek, apalagi nanti panjat tebing?” begitu lah isi pikiran saya ketika mulai trekking. Mungkin si pemandu tahu kalau saya sedikit kelelahan dari suara nafas saya yang terdengar ngos-ngosan, terus dia bilang “Capek ya Teh? Nanti pas naik mah nggak se-capek ini da…” Ya kata-katanya cukup menghibur saya, saya pikir itu bohong karena biasanya kalau sedang trekking orang-orang selalu bilang “Ayo semangat, sebentar lagi kita sampai pos. Paling 15 menit lagi…” padahal aslinya 1 jam lagi huhuhu. Tapi pemandu itu tidak bohong kok, rock climbing tak se-melelahkan trekking. By the way ngos-ngosan saat trekking saya jadi ingat waktu pendakian ke Gunung Guntur (Baca postingan saya sebelumnya ya..)
Bagi Kamu dan saya yang pemula pun tak perlu takut, ini dijamin aman karena alat-alatnya pun sudah memenuhi standar keamanan, Kamu hanya perlu menaiki satu persatu tangga besi yang sudah tersedia. Hanya saja yang membuat saya sedikit BT itu tiap (kira-kira) 3 meter sekali kita harus memindahkan harnes pada tambang besi, karena pada setiap 3 meter sekali ada hanger yang berfungsi menguatkan tambang besi agar tidak kendor. Kalau Kamu maksa tidak mau memindahkan harnes-nya, dijamin kamu tidak akan bisa melanjutkan perjalanan, karena harnes-mu nyangkut.
Jika Kamu tanya bagaimana rasanya berada di ketinggian begini dengan hanya sebatang besi sebagai pijakan? Jawabanya adalah kaki saya rasanya geli, digelitik oleh ketinggian. Spot ini yang rasanya ngeri-ngeri sedap, dan satu lagi spot yang bisa bikin saya berhenti sesaat untuk berfikir “langkah mana yang harus saya ambil?” yaitu saat turun (tidak sempat saya foto, karena sibuk melangkah untuk turun ditambah hari sudah semakin panas).
Oh ya ada beberapa tips dari saya saat melakukan rock climbing di Gunung Parang:
- Booking terlebih dahulu (Agar pemandu tidak kaget dengan kedatanganmu).
- Datanglah pagi-pagi sekali agar pendakianmu tak terhambat oleh teriknya matahari.
- Gunakan baju lengan panjang dan sunscreen agar kulitmu terlindungi.
- Gunakan sarung tangan agar saat Kamu mengaitkan harnes pada tambang besi, kulitmu tidak terjepit seperti saya. Menggunakan sarung tangan juga melindungi tanganmu dari sinar matahari dan panasnya batu serta tangga besi.
- Gunakan sepatu atau sandal gunung agar kakimu tidak lecet.
Spot terbaik di Gunung Parang ini (menurut saya) adalah saat jalur horizontal serta view yang langsung menghadap ke waduk Jatiluhur. Indah tiada tara.
Saat turun Kamu akan menemukan spot selfie (dan pacaran) yang bagus, tapi disini tidak sempat saya foto karena kaki saya sudah lemas. Jangankan untuk selfie, untuk jalan saja sempoyongan.
Bonus foto, hasil rock climbing tanpa sarung tangan.
Tulisan ini hanya menggambarkan secuil pengalaman menarik dari pendakian Gunung Parang, Kamu tidak akan menemukan kepuasan apapun dari tulisan ini kecuali Kamu mencobanya sendiri.